BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diversifikasi Pangan
Terdapat berbagai pengertian tentang
diversifikasi pangan. Menurut Rencana
Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, penganekaragaman
pangan atau diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam
pangan dengan prinsip gizi seimbang.
Diversifikasi pangan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan konsumsi
aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Prinsip dasar dari
diversifikasi konsumsi pangan adalah bahwa tidak satupun komoditas atau jenis
pangan yang memenuhi unsur gizi secara keseluruhan yang diperlukan oleh tubuh.
Namun, dengan adanya peranan pangan sebagai pangan fungsional seperti adanya
serat, zat antioksidan dan lain sebagainya sehingga dalam memilih jenis makanan
tidak hanya mempertimbangkan unsure gizi seperti kandungan energy protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral tetapi juga mempertimbangkan pangan
dengan peranan sebagai pangan fungsional.
Menurut Suhardjo dan Martianto dalam Budiningsih (2009)
semakin beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi semakin
baik. Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada
pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping.
Soetrisno dalam Budiningsih (2009) mendefinisikan
diversifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai
upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber
energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai
dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya.
Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998 menyebutkan
pengertian tentang diversifikasi pangan sebagai berikut:
1.
Diversifikasi pangan dalam
rangka pemantapan produksi padi. Hal ini dimaksudkan agar laju peningkatan
konsumsi beras dapat dikendalikan, setidaknya seimbang dengan kemampuan
peningkatan produksi beras.
2.
Diversifikasi pangan
dalam rangka memperbaiki mutu gizi makanan penduduk sehari-hari agar lebih
beragam dan seimbang.
Menurut
Hafsah dalam Widowati dan Darmardjati dalam Supadi (2004), pangan perlu beragam
karena beberapa alasan, yaitu:
1. Mengkonsumsi
pangan yang beragam adalah alternative terbaik untuk pengembangan sumber daya
manusia berkualitas
2. Meningkatkan
optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian dan kehutanan
3. Memproduksi
pangan yang beragam mengurangi ketergantungan kepada impor pangan
4. Mewujudkan
ketahanan pangan yang merupakan kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat.
Diversifikasi
pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras, tetapi mengubah pola
konsumsi masyarakat sehingga masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak jenis
pangan dan lebih baik gizinya. Dengan menambah jenis pangan dalam pola konsumsi
diharapkan konsumsi beras akan menurun.
2.1.1
Manfaat Diversikasi Pangan
Pada saat ini mayoritas masyarakat hanya mengkonsumsi
bahan pangan tertentu, sehingga ragam makanan yang dikonsumsi pun menjadi
terbatas begitu pula gizi yang diperoleh dari makanan tersebut. Manfaat
diversifikasi pada
sisi konsumsi adalah semakin beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun
mikro, untuk menunjang pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik
masyarakat. Keragaman pangan juga meningkatkan asupan zat-zat
antioksidan, serat, serta penawar terhadap senyawa yang merugikan kesehatan
seperti kolesterol.
sisi konsumsi adalah semakin beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun
mikro, untuk menunjang pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik
masyarakat. Keragaman pangan juga meningkatkan asupan zat-zat
antioksidan, serat, serta penawar terhadap senyawa yang merugikan kesehatan
seperti kolesterol.
Di samping itu, keragaman juga memberikan lebih
banyak
pilihan kepada masyarakat untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya.
Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya
alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan
tertentu saja. (http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/4225)
pilihan kepada masyarakat untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya.
Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya
alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan
tertentu saja. (http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/4225)
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Diversifikasi
Pangan
Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : faktor yang bersifat internal
(individual) seperti pendapatan, preferensi, keyakinan (budaya dan religi),
serta pengetahuan gizi, maupun faktor eksternal seperti faktor agro-ekologi,
produksi, ketersediaan dan distribusi, anekaragam pangan, serta promosi/iklan. (Suryana)
2.3 Bahan Pangan Substitusi
Makanan pokok adalah makanan yang menjadi gizi dasar. Bahan pangan substitusi adalah bahn makanan pengganti
makanan pokok. Walaupun kandungan gizinya tidak sama persis dengan kandungan
gizi pada makanan pokok, bahan panangan substitusi ini masih memiliki kandungan
gizi yang sebagian besar mirip dengan bahan makanan pokok. Contoh dari makanan
pokok adalah beras namun saat ini makanan pokok (beras) tersebut dapat
digantikan dengan bahan makanan lain seperti jagung, gandum, serealia,
ubi-ubian dan lain sebagainya.
2.3.1 Macam-Macam Bahan Pangan Substitusi
1. Jagung
Adalah tanaman
golongan rumputan kedua yang paling luas dibididayakan di Indonesia setelah
padi. Komoditas ini memiliki potensi untuk menyangga kebutuhan pangan non beras
karena kandungan terbesar biji jagung adalah karbohidrat, dan potensial
digunakan sebagai bahan baku industri.
2. Ubi Kayu/ Singkong
Ketela pohon menjadi bahan
pokok stelah beras dan jagung. Di beberapa tempat, tanaman ubi kayu ini
dianggap sebagai cadangan pangan dan lumbung hidup. Umbi singkong merupakan
sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein.
3. Ubi jalar (Ketela Rambat)
Adalah sejenis tanaman
budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan
kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi.
2.3.2 Bahan Pangan Pengganti Kedelai
Kedelai adalah salah satu
komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan bahan pangan
sumber protein nabati utama bagi masyarakat. Kedelai mengandung protein 35%
bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingkan
dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan
telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir
menyamai kadar protein susu skim kering.
Kacang Kedelai mengandung energi sebesar 381
kilokalori, protein 40,4 gram, karbohidrat 24,9 gram, lemak 16,7 gram, kalsium
222 miligram, fosfor 682 miligram, dan zat besi 10 miligram. Selain itu
di dalam Kacang Kedelai juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1
0,52 miligram dan vitamin C 121,7 miligram. Hasil tersebut didapat dari
melakukan penelitian terhadap 100 gram Kacang Kedelai, dengan jumlah yang dapat
dimakan sebanyak 100 %
Dari tabel tersebut diketahui bahwa impor kedelai untuk
memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia mencapai 70%, itu merupakan angka yang
cukup besar. Oleh karena itu perlu adanya diversifikasi bahan pangan kedelai
agar ketergantungan bahan pangan impor menjadi berkurang. Diversifikasi bahan
pangan kedelai dapat dilakukan dengan cara mengganti bahan pangan yang terbuat
dari kedelai diganti dengan bahan pangan substitusi yang masih memiliki
kandungan gizi hampir sama dengan kedelai, diantaranya:
1.
Kacang tunggak
Kacang tunggak dapat dikonsumsi
pada setiap tahap pertumbuhannyasebagai sayuran. Daunnya yang bertekstur lembut
merupakan sumber makanan penting di Afrika dan disajikan sebagai sayuran
hijau seperti bayam. Polongmudanya seringkali dicampur dengan bahan makanan
lainnya. biji kacangtunggak yang berwarna hijau biasa direbus sebagai sayuran
segar, atau juga dapatdikemas dalam kaleng atau dibekukan. Biji kering yang
telah matang pun dapatdirebus ataupun diolah sebagai bahan-bahan makanan
kalengan (Davis 1991)
Biji kacang
tunggak yang telah matang pada pengukuran 100
gmengandung 10 g air, 22
g protein, 1,4 g lemak, 51 g karbohidrat, 3,7 g vitamin,3,7 g karbon, 104 mg
kalsium dan nutrisi lainnya. Energi yang dihasilkannyasekitarnya sekitar 1420
kj/100 g. Pada
biji yang masih muda
dalam 100 gmengandung
88,3 air, 3 g protein, 0,2 g lemak, 7,9 g karbohidrat, 1,6 vitamin, 0,6karbon,
dan energi yang dihasilkannya sekitar 155 kj/100 g (Van der Maesen
danSomaatmaja, 1993).
2. Kacang Gude
Kacang Gude adalah bahan
makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kacang Gude
mengandung energi sebesar 336 kilokalori, protein 20,7 gram, karbohidrat 62
gram, lemak 1,4 gram, kalsium 125 miligram, fosfor 275 miligram, dan zat besi 4
miligram. Selain itu di dalam Kacang Gude juga terkandung vitamin A sebanyak
150 IU, vitamin B1 0,48 miligram dan vitamin C 5 miligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kacang Gude, dengan jumlah
yang dapat dimakan sebanyak 100 %.
2.4 Hambatan Dalam Diversifikasi Pangan
Upaya penganekaragaman atau diversifikasi konsumsi
pangan walaupun sudah dicanangkan sejak lama, namun hingga saat ini masih belum
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualitas, konsumsi penduduk
Indonesia masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi oleh pangan sumber
karbohidrat terutama dari padi-padian.
Permasalahan utama diversifikasi pangan adalah
ketidakseimbangan antara pola konsumsi pangan dengan penyediaan produksi atau
ketersediaan pangan di masyarakat. Produksi berbagai jenis pangan tidak dapat
dihasilkan oleh semua wilayah dan tidak dapat dihasilkan pada setiap saat
dibutuhkan. Sementara konsumsi dilakukan oleh semua penduduk setiap saat.
Menurut Anang dalam Supadi (2004), kendala pengembangan diversifikasi pangan
adalah sebagai berikut:
1. Pangan
non-beras (jagung, sorghum, dan umbi-umbian) adalah pangan inferior, berkurang
tingkat konsumsinya seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Banyak
orang memandang bahwa beras sebagai bahan pangan mempunyai status yang lebih
tinggi dari pada jagung, sorghum, dan umbi-umbian. Kondisi ini menimbulkan
anggapan bahwa apabila beralih kepada bahan pangan jagung, shorgum, dan
umbi-umbian sebagai pengganti sebagian beras yang dimakan, akan merupakan suatu
kemunduran.
2. Kebanyakan
komoditas pangan non beras tidak siap dikonsumsi secara langsung.
3. Untuk
mendorong kembali ke menu makanan tradisional harus disesuakan dengan
perkembangan zaman.
4. Upaya
diversifikasi pangan hingga kini belum memberikanhasil yang memuaskan. Produksi
tanaman pangan masih sangat didominasi oleh beras.
5. Upaya
diversifikasi konsumsi pangan melalui kebijakan harga dan subsidi banyak
mengalami kesulitan. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya kemungkinan konsumen
untuk melakukan substitusi pangan dari beras ke non beras (jagung atau ubi
kayu). Sebsidi memerlukan biaya besar, sedangkan penerima subsidi mungkin dari
golongan orang yang berpendapatan menengah ke atas.
Selain
itu, masih banyak masalah yang dihadapi dalam distribusi pangan untuk menjamin
upaya penganekaragaman konsumsi pangan, antara lain menyangkut sarana
transportasi (jalan, angkutan), pergudangan, sarana penyimpanan dan teknologi
pengolahan untuk memudahkan distribusi pangan antarwilayah. Pengembangan
penganekaragaman konsumsi pangan penduduk juga tidak lepas dari tingkat
pengetahuan tentang pangan dan gizi. Hal ini terkait dengan masalah bahwa baik
kekurangan maupun kelebihan pangan dan gizi akan menimbulkan masalah kesehatan
(Rachman dan Mewa dalam Lastinawati, 2010: 5).
Khusus
untuk padi, upaya peningkatan produksi ke dapan nampaknya akan mengalami
kesulitan karena berbagai faktor, di antaranya:
1. Penurunan
luas baku lahan sawah.
Konversi
besar-besaran lahan pertenian ke non pertanian menambah buruk kondisi pangan di
Indonesia. Keterbatasan jumlah lahan berakibat pada kinerja para penggarap lahan,
di mana hanya menggarap sedikit lahan dan kesejahteraannya belum tentu
terjamin. Sedangkan tuntutan kepada pertanian untuk menghasilkan komoditi
pangan sangat besar mengingat populasi penduduk Indonesia yang semakin
meningkat.
2. Penurunan
kesuburan lahan
Penurunan
kesuburan lahan ini bisa diakibatkan oleh adanya sistem cocok tanam yang tidak
memperhatikan kesuburan tanah. Misalnya sistem pertanian dengan cara setelah
dilakukan pemanenan, sisa tanaman yang ada di lahan tersebut di bakar (ladang
berpindah), sihingga mengakibatkan unsure hara yang ada dalam tanah terssebut
menjadi berkurang. Selain itu, penggunaan bahan kimia atau pupuk yang
berlebihan juga dapat mempengaruhi kesuburan tanah.
3. Penurunan
kualitas dan luas layanan sistsem irigasi
Penurunan
kualitas sistem irigasi ini dapat ditinjau dari kanduangan air yang digunakan
sebagai air irigasi. Air yang dialirkan pada lahan-lahan pertanian sebagian
besar mengandung zat-zat kimia berbahaya yang diperoleh dari aliran air dari
rumah tangga. Dengan kualitas air irigasi yang rendah, dapat mengakibatkan
produksi terhadap bahan pangan bisa terhambat dan menurun.
4. Lambannya
adopsi teknologi petani
Pada
saat ini penggarap lahan pertanian kebanyakan adalah orang-orang dengan tingkat
pendidikan rendah. Biasanya tata cara bertani diperoleh dari orang-orang yang
menggarap lahan tersebut sebelum mereka secara turun-temurun. Teknologi
pertanian yang semakin canggih, mengakibatkan petani enggan untuk
mengaplikasikan teknologi tersebut karena dianggap terlalu rumit.
5. Kebijakan
intensif yang tidak efektif
6. Peningkatan
jumlah petani gurem
7. Masih
tingginya kehilangan hasil
Kehilangan
hasil pertanian bisa terjadi pada proses-proses penanganan pasca panen.
Misalnya pada saat, pemanenan, pemilahan, pengemasan, distribusi, pengangkutan,
hingga sampai ke tangan konsumen.
2.3.1 Upaya Percepatan Diversifikasi Pangan
Pada perkembangan terakhir,
Departemen Pertanian mengupayakan percepatan diversifikasi pangan yang
diharapkan tercapai pada tahun 2015 melalui dua tahap, yaitu Tahap I tahun
2007-2010 dan Tahap II tahun 2011-2015. Untuk kurun waktu tahun 2007-2010
kegiatan difokuskan kepada penciptaan pasar domestic untuk pangan olahan sumber
karbohidrat non beras, sayuran dan buah, serta pangan sumber protein nabati dan
hewani melalui suatu kegiatan konstruksi social proses internalisasi
diversifikasi konsumsi pangan yang dilaksanakan melalui peningkatan
pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap aneka ragam pangan melalui
pengembangan bisnis pangan. Kurun waktu 2011-2015 difokuskan pada penguatan
kampanye nasional diversifikasi konsumsi dan pendidikan gizi seimbang di
sekolah dan masyarakat sejak usia dini (Badan Ketahanan Pangan dalam
Lastinawati, 2010).
1.
Terdapat empat kegiatan
yang akan dilaksanakan, yaitu;
Kampanye nasional diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumberdaya pangan local baik untuk aparat pemerintahan tingkat pusat dan daerah, individu, kelompok masyarakat kmaupun industry.
Kampanye nasional diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumberdaya pangan local baik untuk aparat pemerintahan tingkat pusat dan daerah, individu, kelompok masyarakat kmaupun industry.
2.
Pendidikan
diversifikasi konsumsi pangan secara sistematis sejak dini.
3.
Peningkatan kesadaran
masyarakat untuk tidak memproduksi, menyediakan atau memperdagangkan,
mengkonsumsi pangan yang tidak aman.
4.
Fasilitas pengembangan
bisnis pangan melalui fasilitasi pengembangan aneka pangan segar, industry
pangan olahan dan pangan siap saji berbasis sumber daya lokal.
BAB 3.
PEMBAHASAN
Indonesia adalah negara yang dianugerahi
kekayaan alam yang berlimpah dengan sumber daya alam yang dihasilkan beragam
dan bermutu serta tanahnya yang subur sehingga baik untuk ditanami berbagai
jenis tanaman terutama jenis palawija. Namun pemanfaatan tanaman palawija yang
beraneka ragam tersebut kurang maksimal, karena kurang pengetahuan tentang
teknologi penanaman dan kecenderungan terhadap jenis tanaman tertentu. Karena
hanya tergantung dengan satu jenis tanaman tertentu untuk pemenuhan gizi
tertentu menimbulkan peningkatan kebutuhan terhadap jenis pangan yang berasal
dari jenis tanaman tersebut. Masyarakat menganggap bahwa pemenuhan zat gizi
tertentu sudah cukup dari satu jenis makanan saja. Sedangkan berdasarkan
analisis kandungan zat gizi, tidak ada satu jenis pangan pun yang mengandung
zat gizi lengkap yang mampu memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan manusia.
Satu bahan pangan mungkin kaya akan zat gizi tertentu, namun kurang mengandung
zat gizi lainnya. Padahal untuk dapat hidup sehat, seseorang paling tidak
memerlukan 40 jenis zat gizi yang diperoleh dari makanan. Sehingga untuk
memenuhi kelengkapan zat gizi dan agar berbagai tanaman sumber pangan dapat
diolah dan dimanfaatkan, diversifikasi pangan sangat perlu untuk diterapkan.
Diversifikasi pangan sendiri merupakan bentuk
penganekaragaman pangan mencakup peningkatan jenis dan ragam pangan, baik dalam
bentuk komoditas (bahan pangan), pangan semiolahan dan olahan, maupun pangan
siap saji. Pendekatan penganekaragaman tersebut dalam program pembangunan
nasional dikenal dengan istilah diversifikasi horisontal dan vertikal. Melalui
pengembangan budi daya berbagai komoditas pangan (diversifikasi horisontal)
akan dihasilkan beragam bahan pangan seperti kacang tunggak, gude, koro, dan
komak. Dengan pengembangan aneka produk pangan olahan akan dihasilkan produk
seperti tempe, tahu, susu, dan kecap (diversifikasi vertikal).
3.1 Keterkaitan Jurnal dengan Tinjauan Pustaka
Di dalam jurnal yang telah dilampirkan
pengarang mengambil contoh kacang-kacangan lokal untuk mendukung diversifikasi
pangan di Indonesia. Pada tinjauan
pustaka telah dibahas bahwa Indonesia mengimpor serealia khususnya kedelai
sebesar 70% hal tersebut dikarenakan kuantitas kedelai dalam negeri tidak mampu
mencukupi kebutuhan kedelai yang diminta masyarakat. Untuk itu perlu adanya
diversifikasi kedelai agar kebutuhan kedelai dalam negeri tercukupi. Banyak hal
yang dilakukan dalam pertanian untuk mendukung diversifikasi kedelai
diantaranya menggunakan atau memanfaatkan kacang-kacangan lokal diantaranya kacang
tunggak dan kacang gude sebagai substitusi kedelai. Walaupun kandungan gizi
kacang tunggak dan kacang gude tidak sama persis dengan kandungan gizi kacang
kedelai, namun kedua kacang tersebut dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti kacang kedelai. Perbandingan kandungan gizi antara kacang kedelai,
kacang tunggak, dan kacang gude per 100 g adalah sebagai berikut:
Jenis kacang
|
Protein
|
Karbohidrat
|
Lemak
|
Kacang kedelai
|
40,4 g
|
24,9 g
|
16,7 g
|
Kacang tunggak
|
22 g
|
51 g
|
1,4 g
|
Kacang gude
|
20,7 g
|
62 g
|
1,4 g
|
Substitusi kedelai dengan kacang gude
hingga 30% menghasilkan tempe yang diterima konsumen (Indrasari et al.
1992). Kacang tunggak tanpa dicampur kedelai dapat menghasilkan tempe dengan
kualitas yang baik. Kacang tunggak, setelah diolah menjadi tempe, mempunyai
kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Setiap 100 g tempe kacang tunggak
mengandung protein 34 g, lemak 3 g, karbohidrat 53 g, serat 3 g, dan abu 1 g.
Kandungan asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat disintesis tubuh)
pada kacang tunggak relatif sama dengan kedelai. Asam ferulat yang terkandung
dalam tempe mampu menurunkan tekanan darah dan kandungan glukosa darah. Senyawa
fenilpropanoid lainnya, yaitu asap p-koumarik mampu melemahkan zat nitrosamin
yang menjadi salah satu penyebab penyakit kanker.
Saat ini masyarakat belum terbiasa
mengonsumsi tempe selain dari kedelai. Produsen juga perlu diinformasikan bahwa
substitusi kedelai dengan kacang-kacangan lokal bukan merupakan pemalsuan.
Sosialisasi dapat dilakukan dengan memberdayakan peran penyuluh.
3.2 Faktor yang Menghambat Diversifikasi Kedelai
Faktor yang mengambat diversifikasi kedelai diantanya:
1.
Salah satu faktor
penyebab petani enggan membudidayakan kacang-kacangan lokal adalah terbatasnya
pengetahuan dan kemampuan dalam mengolah maupun memanfaatkannya. Pengembangan
penganekaragaman konsumsi pangan penduduk juga tidak lepas dari tingkat
pengetahuan tentang pangan dan gizi.
Oleh karena itu, teknologi pengolahan
dan pemanfaatan kacang-kacangan lokal perlu terus dikembangkan.
2.
Kebanyakan komoditas
pangan non kedelai
tidak siap dikonsumsi secara langsung.
3. Upaya
diversifikasi pangan hingga kini belum memberikan hasil yang memuaskan.
Produksi tanaman pangan masih sangat didominasi oleh kedelai.
DAFTAR PUSTAKA
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/4225 [serial online] [diakses pada April 2013]
http://www.bulog.co.id/old_website/data/doc/WIB-Penganekaragaman_Konsumsi%20_Pangan_Dan_Giz.pdf [serial online] [diakses pada April 2013]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19976/5/Chapter%20I.pdf [serial online] [diakses pada April 2013]
http://www.scribd.com/doc/25442764/5/Manfaat-dan-Kandungan-Gizi-Kacang-Tunggak [serial online] [diakses pada April 2013]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar